Terlebih, generasi milenial yang kini tampaknya lebih banyak mengenal dan menggandrungi akan budaya mancanegara
Dalang kondang Ki Manteb Sudarsono (Foto: Kacuk Legowo) |
TERAS WISATA- Bukan sekedar tontonan, selain bernilai estetika, sejak lama pertunjukan wayang kulit juga menjadi salah satu media pendidikan yang sarat dengan filosofi dan pesan moral untuk masyarakat.
Pertunjukan wayang kulit bahkan juga mendapat pengakuan UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan budaya dunia yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Kendati begitu, seiring kemajuan zaman hingga era serba digital saat ini, pertunjukan wayang kulit kian jarang dijumpai di tengah masyarakat kita.
Terlebih, generasi milenial yang kini tampaknya lebih banyak mengenal dan menggandrungi akan budaya mancanegara.
Sehingga hal ini menjadikan kesenian tradisi warisan nenek moyang yang notabene terkenal adiluhung ini kian terpuruk bahkan seolah ditinggalkan.
Hal itu dituturkan dalang maestro Ki Manteb Soedharsono. Menurut dia, bukanlah perkembangan pedalang di Indonesia yang lebih menjadi kekhawatiran. Namun, justru karena semakin minimnya minat masyarakat untuk menonton wayang kulit, apalagi menanggap atau mengundang untuk mementaskannya.
"Saya tidak khawatir kalau soal dalangnya. Namun yang jadi pertanyaan, siapa yang akan melestarikan?. Dalangnya banyak, calon dalang juga banyak, tapi nanti yang mau nanggap siapa?. Gampang bikin dalang daripada bikin penontonnya atau bikin yang nanggap. Dalam setahun bikin dalang dua puluh orang pasti dapat. Tapi ya kembali lagi, setelah dalangnya banyak siapa yang nanggap?," kata Ki Manteb saat dijumpai teraswisata.com di sela menghadiri acara Festival Dalang Cilik Kota Surakarta 2021, di Rumah Kebudayaan Dalem Joyokusuman Surakarta, Kota Solo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
'Dalang Setan' peraih penghargaan Nikkei Asia Prize Award 2010 itu juga tak menampik bahwa pengaruh kemajuan zaman dan perkembangan teknologi pun ikut berdampak terhadap kondisi eksistensi kesenian tradisional, seperti halnya dengan pagelaran wayang kulit yang acap kali disebut tontonan jadul. Kendati begitu, dia mempercayai hal itu tak lantas membuat wayang yang sudah sekian lama mengakar ditengah masyarakat Indonesia bahkan telah mendunia itu lantas punah begitu saja.
"Dampak kemajuan zaman ya mungkin juga berpengaruh. Akan tetapi saya percaya bahwa wayang tidak akan punah karena wayang sudah mengakar sampai kemana - mana. Jangankan di Indonesia, bahkan di luar negeri sudah berapa banyak peminatnya. Seperti warga negara di Amerika, Perancis, Jepang, Jerman, Inggris yang sekarang belajar tentang wayang, bahkan banyak pula yang kini menggandrungi kesenian wayang," ungkapnya.
Pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah, 31 Agustus 1948 itu juga menuturkan, besarnya tarif untuk menanggap atau mengundang kelompok kesenian wayang kulit untuk menggelar sebuah pementasan pun dirasa bukan menjadi penyebab utama surutnya penonton seperti yang terjadi saat ini.
"Bukan soal itu (tarif). Saya bukan bermaksud pamer, semahal - mahalnya nanggap dalang boleh dibilang saya ini termasuk dalang paling mahal. Di Jakarta misalnya, sekali pentas honor saya bisa sampai ratusan juta. Jadi bukan perkara mahalnya biaya tanggapan, tapi yang nanggap itu lho, kan hanya orang tertentu," imbuhnya.
Kesimpulan serta solusi yang terpenting saat ini, lanjut Ki Manteb, sudah seharusnya jika pemerintah, para pelaku kesenian wayang kulit maupun masyarakat secara menyeluruh memberikan perhatian yang lebih serius dan konsisten demi melestarikan kesenian wayang kulit di Tanah Air, agar tak semakin terhimpit oleh kesenian dan budaya dari bangsa lain.
"Jadi kalau ingin wayang ini tetap lestari, ada tiga komponen. Ya dukungan pemerintahnya, senimannya dan masyarakatnya itu sendiri.
Pertama, pemerintahnya harus ikut cawe - cawe (turun tangan). Kedua, senimannya yang tua - tua mau mendidik yang muda - muda sebagai generasi penerusnya. Ketiga, masyarakatnya ya harus suka wayang. Jadi harus saling mendukung," pungkas dalang yang kini tinggal di di Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah itu. (Kacuk Legowo)