Jejak Sejarah Senopati Kraton Mataram di Lereng Gunung Lawu

Rabu, 02 Desember 2020 : 00.19

0 komentar

Saat terjadinya geger Pecinan hingga suatu masa Mataram terpecah menjadi yaitu kesultanan Yogyakarta dan kasunanan Surakarta, Kyai Ageng Derpoyudo sudah tidak mau lagi berperang



TERASWISATA - Siapa sangka di bagian lereng gunung Lawu sisi utara terdapat makam dari tokoh besar di masa kerajaan Mataram.  Sebelum akhirnya kerajaan tersebut menjadi dua yaitu kesultanan Yogyakarta dan kasunanan Surakarta pada 13 Februari 1755 dengan perjanjian Giyanti.  


Tokoh tersebut adalah Kyai Ageng Derpoyudo seorang Senopati (panglima perang) kerajaan Mataram di Kartosuro. Dikenal memiliki kesaktian dan jago dalam peperangan.  


Lokasi makam Kyai Ageng Derpoyudo terletak di Dusun Kauman RT 01 RW 05 Desa Kadungan Kecamatan Kerjo Kabupaten Karanganyar. Sampai saat ini kondisinya masih terawat dengan baik. Bahkan banyak warga yang berziarah di malam Selasa Kliwon dan dan setiap malam Jumat.


Juru kunci Makam Kyai Ageng Derpoyudo Majanjati, Sudaryo menjelaskan Kyai Ageng Derpoyudo  ini adalah seorang Senopati panglima perang kerajaan Mataram di Kartosuro.  


Namun pada saat terjadinya geger Pecinan hingga suatu masa Mataram terpecah menjadi yaitu kesultanan Yogyakarta dan kasunanan Surakarta, Kyai Ageng Derpoyudo sudah tidak mau lagi berperang. 



Kyai Ageng Derpoyudo memilih menyepi dan menjadi seorang petani dan melakukan syiar agama Islam ke wilayah Sukowati (Sragen). Namun terkadang dirinya juga menjadi penasihat bagi pangeran Sambernyowo yang kemudian bergelar Mangkungoro I.  


"Eyang lebih memilih menyamar menjadi rakyat biasa dan berbaur dengan masyarakat, beliau berkelana hingga ke tlatah Sukowati," paparnya.  


Menurut Sudaryo, Kyai Ageng Derpoyudo merupakan sosok yang memiliki daya linuwih (kesaktian). Tak heran jika kompleks makam Kyai Ageng Derpoyudo leluhur Sultan Hamengku Buwono Yogyakarta ini selalu ramai dikunjungi masyarakat. 


"Namun karena kondisi pandemi Covid ini mulai sepi. Kalaupun ada juga kita batasi," lanjutnya.  


Masyarakat lanjut Sudaryo meyakini makam Kyai Ageng Derpoyudo ini sampai sekarang masih dianggap keramat. Banyak peziarah yang datang dan memanjatkan doa dan ngalap berkah.  


"Namun pelan-pelan saya coba luruskan kalau meminta keberkahan itu kepada Allah SWT.Sampai sekarang akhirnya yang datang kesini (makam) untuk melakukan doa dan melakukan pembacaan doa atau tahlil," ungkapnya.  

 

Perlu diketahui Kyai Derpoyudo bukanlah orang sembarangan,  beliau adalah mertua Sultan Hamengkubuwono I dan juga kakek Sultan Hamengkubuwono ke II.  Pasalnya putrinya yang bernama Roro Sulastri diperistri Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubowono I) dan menjadi permaisuri dengan gelar Kanjeng Ratu Mas. Hingga kemudian turun-temurun menjadi Sultan Yogyakarta. 



Sampai pada akhirnya silsilah turun pada Pangeran Diponegoro, yang dikenal sebagai arsitek perang Jawa. Putri Kyai Ageng Derpoyudho (istri dari Sultan Hamengkubowono I)  merupakan nenek buyut dari Pangeran Diponegoro yang mengasuh Pangeran Diponegoro sejak masih kecil. 


Ada juga keturunan Kyai Derpoyodo juga menjadi tokoh besar seperti Kyai Ageng Raden Khasan Mimbar, merupakan sosok ulama penyebar agama Islam pertama di Tulungagung atas perintah dari Raja Mataram.  


Jejak-jejak sejarah kehidupan Kyai Ageng Derpoyudo ada di beberapa tempat. Seperti dusun Kuto. Merupakan bekas rumah dark mertua Kyai Ageng Derpoyudo dan pernah dijadikan tempat tinggal sementara Kanjeng pangeran Mangkubumi (HB I).  


Dusun Kwadungan, tempat ini digunakan sebagai lokasi mengerjakan kayu untuk membuat rumah Kyai Ageng Derpoyudo.  Kemudian Dusun Majan Jati merupakan tempat tinggal Kyai Ageng Derpoyudo sampai beliau meninggal.  


Saat ini lokasi makam Kyai Ageng Derpoyudo masuk dalam benda cagar budaya (BCB) Benda Tak Bergerak di Kabupaten Karanganyar bersama dengan peninggalan lainnya.  Seperti Situs Matesih, Candi Sukuh, Candi Ceto, Situs Menggung, Situs Cemara Bulus, Candi Planggatan, Situs Plosorejo. 


Ada lagi situs Watu Kandang, Pabrik Gula Colomadu, Situs , Situs Sangiran, Candi Ketek, Makam Nyi Ageng Karang, Situs Giyanti, Stasiun Palur, Makam Syeh Maulana Magribi, Astana Magadeg dan lainnya. (Dea)

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories