KISAH MISTERI: Suara Tak Berwujud di Puncak Gunung Lawu

Sabtu, 03 Oktober 2020 : 21.10

0 komentar

Kecantikan Gunung Lawu (Foto: Istimewa)

TERASWISATA - Mengulas keindahan gunung Lawu dengan beragam misterinya tidak akan pernah tuntas. Pengalaman misteri dan spiritual yang dialami banyak mendaki justru menjadi "candu" bagi mereka untuk kembali hadir menikmati pesona gunung yang memiliki nama asli Wukir Mahendra.

Karena di gunung Lawu yang memiliki ketinggian 3.265 mdpl ini selalu "ngangenin" (bikin rindu) bagi para pendaki, untuk kembali menikmati lautan awan yang menghampar luas. Selain itu jika kondisi cuaca cerah pendaki akan sangat beruntung bisa menikmati fenomena alam Milky Way atau gugus Bima Sakti.

Keindahan lain yang bisa ditemui di puncak Lawu adalah Sunrise, yang perlahan tapi pasti sang surya mulai muncul dari tidurnya. Semburat warnanya sangat indah untuk dinikmati lepas tanpa terhalang batas.

Hal seperti itu bisa dinikmati dan dirasakan dengan menggunakan mata telanjang. Namun ada juga beberapa kejadian misteri yang hanya bisa dirasakan oleh para pendaki tanpa mereka bisa melihatnya secara fisik.

Ada beberapa lokasi di jalur pendakian Lawu yang seringkali terdengar suara keramaian, padahal lokasinya jauh dari perkampungan penduduk. Lokasi sekeliling adalah hutan belantara. Teraswisata.com merangkum beberapa lokasi yang sering terdengar suara misterius namun tidak pernah terlihat wujudnya.

Bulak peperangan (Foto: Wikepedia)

1. Bulak Peperangan (Jalur pendakian dari Cetho) 

Menuju Puncak Lawu dari jalur Cetho melalui beberapa pos. Pos 1 yang biasa disebut Mbah Branti, kemudian Brakseng (Pos 2), Cemoro Dowo (Pos 3), Penggik Ondorante (Pos 4), Bulak Peperangan (Pos 5), dan tiba di puncak Hargo Dalem.

Mbah Po, tokoh asal Ngargoyoso menyebut awalnya jalur Cetho tersebut banyak digunakan pendaki spiritual (untuk lelaku) memang mengambil rute candi Cetho. Pasalnya jarak tempuh menuju puncak Lawu jauh lebih lama dibanding melalui Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang.

Namun belakangan banyak juga pendaki lain yang memilih melewati jalur Cetho karena keindahan alam di sepanjang jalur pendakian.

"Masyarakat Jawa meyakini bahwa pintu masuk gunung Lawu arah depannya adalah dari atas candi Cetho. Ibaratnya sebuah rumah, pintu masuk utama (ruang tamunya) ada di Cetho. Sedangkan Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang adalah pintu belakang dan pintu sampingnya," papar Mbah Po, Sabtu (3/10/2020).

Gunung Lawu yang dipercaya sebagai tempat muksanya Raja Majapahit terakhir, Prabu Brawijaya V. Oleh karenanya banyak cerita berkembang di lokasi tersebut. Secara kasat mata, Bulak Peperangan merupakan sebuah hamparan lahan luas, ada juga yang menyebutnya Sabana.

Mbah Po, yang juga Komandan Sar Karanganyar Emergency (KE) sebut konon di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Bulak Peperangan, merupakan tempat peperangan antara kerajaan Majapahit pimpinan Brawijaya V dengan kerajaan Demak yang dipimpin Raden Patah.

"Tempat itu dijenengke Bulak Peperangan karena dulunya jadi lokasi peperangan kala Prabu Brawijaya melarikan diri ke Puncak Lawu," jelasnya Mbah Po, kepada Teraswisata, Sabtu (3/10/2020).

Tak heran jika diwaktu-waktu tertentu di kawasan Bulak Peperangan seringkali terdengar suara seperti di medan pertempuran antara pengikut Majapahit (Brawijaya V) dan pasukan dari Raden Patah.

"Tempatnya lahan luas dipenuhi rerumputan dan dekat dengan pasar setan," imbuhnya.

Padang ilalang di Gunung Lawu di dikenal sebagai lokasi angker. Konon Padang ilalang ini dikenal sebagai pasar setan (Foto: Dream)

2. Pasar Dieng (pasar setan) 

Lokasi ini juga berupa kawasan yang disuatu titik ada tumpukan batu berjajar seperti sebuah meja. Banyak dari pendaki sering mendengar suara bising seperti layaknya keramaian sebuah pasar.

Uniknya ada peraturan tak tertulis di kalangan pendaki mereka akan meletakkan koin (uang) seperti selayaknya bertransaksi. Dan mengambil sesuatu di tempat asal suara seperti batu atau daun sebagai syarat jual beli.

Sumur Jala Tunda dipuncak Gunung Lawu ini diyakini sebagai salah satu tempat angker dipuncak Lawu. Konon deburan ombak pantai selatan terdengar(Foto: Merbabu)

3. Sumur Jalatunda 

Berbentuk seperti gua kedalaman sekitar 5 meter. Seringkali dijadikan lokasi semedi bagi orang-orang tertentu.

Konon, Sumur Jalatunda mampu menampung berapa pun jumlah orang yang masuk di dalamnya. Jika beruntung mereka bisa mendengarkan deburan ombak pantai Selatan yang jaraknya ratusan kilometer dari puncak gunung Lawu.

"Ada gua yang disebut Sumur Jolotundo lokasinya menjelang puncak. Dikeramatkan oleh masyarakat dan sering dipakai untuk bertapa," jelas salah satu relawan Jaga Lawu yang biasa disapa Mbeluk.

Meski diselimuti kabut misteri, namun gunung Lawu tidak pernah sepi dari para pendaki. Meski saat ini dalam kondisi pandemi Covid-19, dan para pendaki juga dibatasi namun animonya tidak pernah surut.

Beluk salah satu relawan yang keren mengalami hal-hal gaib (Foto:Dia)

Sebagai relawan Jaga Lawu Mbeluk mengingatkan agar semuanya termasuk para pendaki agar menjaga kelestarian alam dan menghormati kearifan lokal yang ada di seputaran Lawu. Termasuk tidak memetik bunga Edelweis, yang masuk dalam kategori bunga langka dan dilindungi pemerintah.

"Ada aturannya, tertuang pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Bagi mereka yang memetik bunga Edelweis juga melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 dengan ancaman penjara paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp50 juta," pesan Mbeluk. (Dia)

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories