Mitos Sendang Pringgodani dan Sendang Bejen "Kejaran" Pengejar Kekuasaan

Rabu, 19 Agustus 2020 : 00.30

0 komentar

Pringgondani

KARANGANYAR - Kabut tebal menyelimuti lereng Gunung Lawu saat teraswisata.com menginjakan kaki di Kelurahan Blumbang, Tawangmangu, Karanganyar. Untuk menuju ke Kelurahan Blumbang tidaklah terlalu sulit.

Pasalnya, akses jalan untuk menuju ke Blumbang sudah sangat mulus. Hanya saja, bila ingin menuju ke Kelurahan Blumbang, kendaraan harus benar-benar dalam kondisi prima.

Sebab, Kelurahan Blumbang itu sendiri merupakan Kelurahaan yang letaknya paling tinggi sebelum ke Cemoro Kandang, Gunung Lawu. Setelah memakirkan kendaraan di tempat parkir yang ada.

Teraswisata.com pun melanjutkannya dengan berjalan kaki. Dari lokasi parkir pengunjung harus berjalan kaki selama lebih satu jam. Untuk menuju ke Pringgodani tak gampang.

Fisik harus benar-benar sehat dan kuat. Selain medannya merupakan tanjakan dan turunan yang lumayan terjal. Belum lagi suhu udara pegunungan yang bisa membuat tubuh menjadi menggigil saking dinginnya.

Meski begitu, perjalanan menuju Pringgondani sangatlah mengasikan. Sepanjang perjalanan di kanan kiri jalur pendakian banyak ditemui kebun sayuran seperti wortel, kol juga cabai. Selain itu hijaunya pohon pinus juga terhampar di depan mata.

Pringgondani salah satu lokasi wisata spritual yang kerap dikunjungi. Apalagi menjelang pemilihan, baik Kepala Desa, Legislatif, Bupati hingg jabatan yang bisa mengngkat status sosial lainnya, konon lokasi ini merupakan lokasi favorit.

Kembali ke perjalanan menuju Pringgondani. Langkah kaki teraswisata.com semakin terasa berat untuk melangkah. Hingga akhirnya teraswisata.com memutuskan berhenti sejenak untuk beristirahat di sebuah warung kopi sederhana di pertengahan perjalanan.

Secangkir teh hangat, semangkuk mie rebus dan sebatang rokok lumayan mengisi perut yang kosong. Usai melemaskan otot kaki, dan mengisi perut dengan menu sederhana, perjalanan dilanjutkan kembali hingga akhirnya sampai di pintu masuk pertapaan Pringgondani.

Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi ini hampir dua jam berjalan kaki (karena banyak berhenti untuk mengatur nafas dan melemaskan otot kaki).

Kawasan Pringgondani, selama ini dikenal sebagai lokasi yang wingit dan juga angker. Sebuah komplek pertapaan yang dipercaya sebagai salah satu petilasan Raja Majapahit yang terakhir, Prabu Brawijaya V.

Masyarakat mempercayai jika Brawijaya V melarikan diri dari para musuhnya hingga ke puncak Lawu dan moksa (menghilang) di puncak Lawu. Sejumlah nama besar seperti Presiden pertama Soekarno, Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono konon mengunjungi Pringgondani yang berada di ketinggian 1300 meter diatas permukaan laut.

Pringgondani sendiri berasal dari kata "pring" (bambu), "nggon" (tempat), dan "dani" (memperbaiki). Jika diartikan secara menyeluruh memiliki arti tempat yang digunakan untuk memperbaiki diri.

Laku spiritual dalam masyarakat Jawa dianggap sesuatu hal yang lumrah. Pringgondani sejak dahulu kala dikenal sebagai lokasi berdoa bagi masyarakat Jawa. Berada di kawasan hutan milik Perhutani.

Lokasinya sunyi, memiliki udara segar, dengan pemandangan yang sangat indah. Ada beberapa lokasi komplek pertapaan di Pringgondani yang di sakralkan. Akhirnya, teraswisata.com tiba di kawasan Pringgondani.

Sesampainya di lokasi, ada sebuah sanggar untuk lokasi berdoa sebagai persembahyangan bagi penganut aliran kepercayaan. Sanggar pamujan sebagai pintu gerbang atau awal seseorang memasuki Pertapaan, karena didalam kepercayaan masyarakat Jawa seseorang yang akan bertamu harus 'kulonuwun' (permisi) saat memasuki pintu gerbang.

Konon jaman dahulu dilokasi tersebut ada tokoh spiritual yang sampai saat ini dikeramatkan masyarakat yakni Eyang Panembahan Kotjo Nagoro. Bangunan petilasan seperti rumah joglo namun masyarakat menyebutnya sebagai sanggar ini berukuran 5 meter x 5 meter.

Dipintu masuk ada empat arca di depan  dan di dalam altar ada tulisan “Eyang Panembahan Kotjo Nagoro”. Altar inilah tempat orang menjalani ritual bertapa.

"Ada pantangan yang gak boleh dilakukan di sini. Selama berada di petilasan, tidak boleh ada yang cerita tentang sejarah Pringgondani dan siapa Eyang Kaca itu. Pamali," pesan Sarwoko yang berbisik pada teraswisata.com.

Ya, Sarwoko adalah salah satu pengunjung yang dikenal teraswisata.com selama perjalanan menuju lokasi pertapaan. Sosok pria paruh baya inilah yang menemani teraswisata.com menuju Pringgondani.

Sepanjang jalan dirinya banyak bercerita terkait pertapaan Pringondani. Sarwoko adalah warga Ngawi, Jawa Timur. Dirinya  mengaku rutin ke lokasi pertapaan. Kadang sendiri atau juga mengantarkan seorang tamu yang ingin melakukan ritual.

Biasanya waktu yang ramai untuk datang ke Pringgondani pada malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. "Selama Suran (bulan Suro) sini penuh pengunjung," ucap Sarwoko.

Mereka, lanjut Sarwoko biasanya berendam di sendang Gedang, Sendang Temanten, sendang Kauripan yang lokasinya tidak jauh dari pertapaan Pringgondani. Kondisi air sangat dingin.

Namun bagi mereka yang memiliki niat tertentu, dinginnya air tidak menjadi halangan untuk melakukan ritual tersebut. "Biasanya mereka yang datang kesini karena ada tujuan tertentu.

Seperti kenaikan pangkat, jabatan lurah hingga calon wakil rakyat banyak yang datang ke Pringgondani," jelas Sarwoko. Terlihat dari jauh ada air terjun tersebut dengan 2 tingkat air terjun serta tinggi lebih dari 100 m, air terjun ini jauh lebih tinggi dan lebih spektakular dari pada Air Terjun Grojogan Sewu yang lebih dulu dikenal.

Para peziarah yang datang biasanya mandi di sendang sebagai puncak ritual mereka pada tengah malam. Sendang itu sendiri berada di atas air terjun, dan tempat inilah yang biasa dikunjungi sedangkan air terjunnya hanya bisa dilihat dari kejauhan karena lokasinya yang sulit dijangkau.

Menurut Sarwoko, tak sembarang orang kuat lelaku di tempat ini, hanya mereka yang berhati bersih dan tulus yang kuat bertapa di Pringgondani. Banyak pelaku ritual yang mencoba ilmu atau sekedar coba coba saja akhirnya kesurupan setelah mereka menjalani laku di Pringgondani. 

"Namun banyak juga yang sukses dan berhasil, naik jabatan, jadi pejabat, pedagang sukses juga banyak," papar Sarwoko. Ada beberapa sendang yang menjadi tujuan lokasi ritual masyarakat seperti Sendang Gedang Selirang, lokasi ini merupakan sebuah sungai yang dibendung.

Sendang Panguripan, terletak di lereng sebelah barat Pertapaan Koconegoro. Sendang Panguripan berarti air dalam sendang ini  mempunyai makna sebagai sumber kehidupan. Kemudian ada juga Sendang Pengantin (pancuran tujuh).

Cerita awalnya pancuran itu hanya ada dua saja, namun berjalan seiring waktu sudah ada tujuh pancuran. Manfaat air sendang pengantin untuk mandi, bersuci dan pengobatan alternatif.

Juga sebagai lokasi semedi atau meditasi untuk suatu permohonan tertentu. Ada juga Sendang Muria, yang letaknya di sebelah timur Sendang Pengantin. Sendang Muria berbentuk air terjun yang dibawahnya ada kolam penampungan.

Selanjutnya ada juga gua Pringgosari berada di lereng yang dekat dengan jurang, dimana di dalam gua ada sebuah patung yang bernama Kebo Danu. Ada juga Gua Pringgosepi yakni tempat bertapa untuk menyepi.

Untuk masuk ke lokasi ini hanya satu orang saja, karena sempit dan di depannya merupakan sebuah jurang. Untuk masuk ke dalam gua juga harua menggunakan tali pengaman.

Kalangan  spiritual Kejawen, Pringgondani dianggap sebagai salah satu pancer (pusat) lelaku atau belajar kesejatian hidup, serta menjadi tempat untuk perbaikan diri menuju hal yang lebih baik atas bantuan Yang Maha Hidup, Allah SWT.

Menurut Sarwoko, menjelang pemilihan Legislatif, kawasan Pringgodani mulai dikunjungi mereka yang ingin terpilih menjadi wakil rakyat. Meski harus berendam di tujuh pancuran yang di sakralkan di Pringgondani, bukan halangan bagi mereka.

"Puncak ritual di pertapan ini adalah mandi di tujuh pancuran alami yang airnya memancar dari tebing. Prosesi ini dilakukan secara berurutan, sesuai dengan urutan masing-masing pancuran, dan dilakukan tepat pada tengah malam.

Meski hawanya cukup dingin, namun bagi mereka yang berambisi ingin terpilih menjadi calon legislatif, bukanlah suatu halangan," ungkapnya.

Selain lokasi ritual Pringgodani, lokasi ritual lainnya yang sering dikunjungi para calon legislatif adalah Sendang Bejen. Sendang yang berada di dusun Dawe Desa Mojoroto, Mojogedan, karanganyar ini dahulu merupakan bagian wilayah Kerajaan Mangkunegaran.

Dinamakan Mojoroto yang berasal dari kata Mojo dan  Roto, konon di masa itu (buah) mojo rasanya sama yang berada diwilayah tersebut hingga disebut Mojoroto.

Suasana di lokasi Sendang Bejen jauh dari kesan mistis, pasalnya di lokasi ini sekarang dikelola oleh pemuda desa setempat menjadi tujuan lokasi wisata sejarah yang kekinian jauh dari kesan mistis yang menyelimutinya.

Sendang yang merupakan lokasi persinggahan RM Said atau Pangeran Samber Nyawa ini dipercaya mendatangkan tuah kepada para pengunjungnya. Saat memasuki lokasi sendang, gapura khas bangunan Hindu terbuat dari bata merah yang tidak dipoles akan menyambut kedatangan siapa saja kelokasi itu.

Jembatan panjang juga sengaja dibangun untuk mempermudah menuju lokasi sendang yang teduh karena dikelilingi pepohonan besar berusia ratusan tahun. Bahkan jembatan tersebut semakin terlihat cantik dengan hiasan payung warna-warni  yang tergantung apik atas jembatan.

Menurut sesepuh desa, Mbah Marno (90), sendang tersebut tidak pernah surut ataupun berkurang airnya di segala musim. Kualitas airnya juga bagus, jernih dan segar khas mata air pegunungan.

Bahkan di sekitar sumber mata air yang berada di bawah sebuah pohon besar ada tertulis jika sumber mata air itu layak untuk diminum langsung. Selain sendang Bejen, masih ada satu sendang lagi yang berada tidak jauh dari sendang Bejen.

Lokasinya di sebelah utara yang dibatasi oleh jalan desa. Air sendang itu ucap Mbah dipercaya sebagian besar masyarakat desa memiliki khasiat bisa membuat sembuh sakitnya.

"Konon sejarah sendang Bejen ini sarat dengan legenda sejarah di masa perjuangan Raden Mas Said atau yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa," jelasnya saat ditemui di rumahnya.

Konon Sendang Bejen menjadi lokasi beristirahat Pangeran Sambernyawa saat berperang melawan Belanda. Saat itu dirinya melihat ada sebuah sumber mata air, dan berhenti sejenak untuk istirahat sekaligus beribadah.

Meski saat ini memasuki jaman modern, namun ada sebagian masyarakat yang masih mempercayai kekuatan dan daya linuwih dari air sendang tersebut. Banyak yang melakukan tirakat di sini.

Bukan hanya dari Karanganyar namun juga dari wilayah Solo dan sekitarnya. Meski saat ini mulai berkurang, karena sudah di percantik dengan desain kekeinian dengan berbagai arena spot foto selfie, namun di malam tertentu masih banyak warga yang melakukan ritual.

Bukan hanya masyarakat biasa, namun juga tokoh spiritual, pegawai, pedagang juga ada yang datang ke Sendang Bejen. "Masyarakat percoyo. Sendang iki klebu petilasan darah luhur," jelasnya dalam bahasa Jawa. (Sus)

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories