Menelusuri Wisata Bangunan Peninggalan Belanda yang Instagramable, Mesin Waktu di Tengah Kota Solo

Rabu, 30 September 2020 : 23.33

0 komentar

Gedung Juang 45 yang sudah direnovasi

TERASWISATA - Kota Solo merupakan kota tua yang banyak memiliki bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah. Namun banyak bangunan yang tidak terawat. Berjalannya waktu beberapa bangunan tua di kota Solo kini mulai 'bersolek'.

Meski sekarang tampilannya sudah berubah, namun renovasi yang dilakukan tidak merubah bentuk asli bangunan.

Omah Lowo sebelum direhab

OMAH LAWA

Awalnya bangunan megah dengan dominasi arsitektur Eropa dengan dominasi pilar-pilar tinggi yang berada di kawasan strategis di kota Solo, terlihat mangkrak dan tidak terurus. Kondisi bangunan peninggalan Belanda pada abad ke-19 lebih dari 50 tahun lamanya tidak ada yang menempati.

Sehingga kondisi bangunan tidak terawat dan banyak dihuni oleh lawa (kelelawar). Saking banyaknya kelelawar akhirnya banyak yang menyebut bangunan tersebut Omah Lawa.

Bau menyengat kotoran dari kelelawar acap kali menyebar ditambah kondisi bangunan tidak terurus membuat kesan angker semakin terasa.

Dihimpun dari berbagai sumber, bangunan berdesain gaya eropa ini merupakan bangunan peninggalan Belanda. Bangunan dengan luas sekitar 1.500 meter persegi tersebut sangat minim informasi siapa pemilik awalnya.

Hanya disebut pada tahun 1945, Omah Lowo dimiliki keluarga Cina bernama Sie Djian Ho,seorang saudagar kaya penguasa bisnis penerbitan, perkebunan, dan pemilik pabrik es di kota Solo.

Konon pada jaman perang kemerdekaan Omah Lowo juga pernah dijadikan lokasi persembunyian pejuang Indonesia dari tentara Inggris dan Belanda yang ingin menguasai Indonesia.

Gedung Lowo setelah direhab (Foto: teraswisata)

Setelah puluhan tahun tak terurus, bangunan dengan konsep art deco dan art nouveau ini berubah menjadi bangunan megah dengan tampilan jendela dan pintu besar khas Eropa.

Ditambah dengan taman bunga dan aira mancur semakin mempercantik Omah Lawa. Bagunan yang kini dimiliki Batik Keris ini bertepatan dengan Hari Batik, wajah baru Omah Lowo ini bakal diresmikan.

Pemilik Rumah Heritage Batik Keris, Lina Tjokrosaputro sebut Omah Lawa ini sejatinya milik Sie Djian Ho, leluhur mendiang suaminya, Presiden Direktur PT Batik Keris Handianto Tjokrosaputro.

Dan baru di tahun 2016 kepemilikan Omah Lowo baru kembali kepada ahli warisnya lembali di tahun 2016. Omah Lawa sendiri terdiri dari tiga bangunan, yakni bangunan A (gedung utama), bangunan B (dibagian tengah) dan bangunan C (di belakang).

Selanjutnya bangunan tersebut dikukan renovasi dan aesuai amanat almarhum suami Lina Omah Lawa dijadikan galeri display batik dan pusat kerajinan. Bangunan utama (A), yang terletak paling depan nantinya difungsikan sebagai galeri koleksi Batik Keris kelas premium.

Sementara bangunan B, yang berada di bagian tengah diperuntukkan sebagai tempat koleksi fesyen hingga produk-produk kerajinan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan mitra dari mitra Batik Keris.

Sedangkan bangunan C dijadikan lokasi kuliner berupa Cafe yang diberi nama Keris Cafe and Kitchen. Rencananya Cafe ini dibuka untuk umum mulai 5 Oktober 2020.

GEDUNG DJOEANG'45

Gedung bersejarah ini dibangun di masa pemerintahan Belanda pada tahun 1876 sebagai pelengkap dan pendukung dari Benteng Vastenburg yang ada di utara dari Gedung Djoeang ini. Karenanya disebelah timur Pusat Grosir Solo (PGS).

Pembangunan gedung tersebut digunakan sebagai kantin bagi para tentara Belanda yang berada di Benteng Vastenburg. Sebagian bangunan juga dijadikan fasilitas kesehatan. Pernah juga dijadikan asrama militer (Solosiehoe Internaat) tentara Belanda.

Selanjutnya di era Kependudukan Jepang, gedung Djoeang juga digunakan sebagai markas dan barak militer. Sampai akhirnya gedung tersebut berhasil diambil alih oleh pejuang Indonesia dan selanjutnya digunakan sebagai markas militer.

Dalam komplek gedung Djoeang juga ada monumen untuk mengenang perjuangan Laskar Putri Indonesia Surakarta. Terletak di depan gedung. Dalam monumen tersebut tertulis nama-nama para pejuang wanita yang ikut pada perlawanan terhadap Belanda pada 11 Oktober 1945.

Kini gedung Djoeang bisa dinikmati masyarakat untuk berswafoto. Dengan latar belangan bangunan kuno yang megah. Banyak dibangun spot-spot foto yang instagramable.

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories