KPU Solo Gunakan Padasan untuk Pengambilan Nomer Urut Pada Pilwalkot, Apa Makna Filosofi Didalamnya?

Kamis, 24 September 2020 : 20.00

0 komentar

KPU Kota Solo gunakan Padasan untuk mengambil nomer urut (Foto: teraswisata.com)

TERASWISATA - Semarak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Solo baru saja dimulai dengan ditandai dengan perhelatan pengambilan nomer urut oleh otoritas pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Putra sulung Presiden Joko Widodo yang maju melalui PDIP, Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakoso mendapatkan nomer urut satu. Sedangkan Paslon dari jalur perseorangan, Bagyo Wahyono dan FX Supardjo mendapatkan nomer urut dua.

Ada yang menarik dari jalannya pengambilan nomer urut oleh KPU. Dimana, otoritas penyenggara pemilu itu menggunakan gentong yang biasa untuk menyimpan air atau beras dan biasa disebut masyarakat Jawa dengan nama Padasan.

Dimana, dua buah gulungan nomer urut itu, sebelum diambil oleh masing-masing Paslon ditaruh didalam gentong atau Padasan. Lantas apa filosofi yang terkandung didalamnya dan pesan apa yang ingin disampaikan oleh KPU pada kedua calon.

Ketua KPU Solo Nurul Sutarti mengatakan pihaknya memang sengaja menggunakan Padasan sebagai tempat menyimpan nomer urut sebelum diambil oleh masing-masing Paslon. Karena ada sebuah makna yang terkandung didalamnya.

Dimana, pada jaman dulu, Padasan pasti selalu ada disetiap rumah. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di Jawa. Padasan ini memang sengaja ditaruh didepan rumah untuk membersihkan tangan, membersihkan kaki dan badan. Bisa juga air didalamnya dipakai untuk minum.

Sehingga pesan moral yang ingin disampaikan oleh KPU pada kedua Paslon yang maju di Pilwalkot ini, untuk bisa mengalirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat.

"Kami lebih menekankan, siapapun juga yang akan terpilih itu, bisa mengalirkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat. Khusunya kebijakan saat ini, yaitu bisa mewujudkan kebijakan yang kaitannya dengan Covid 19," papar Nurul, Kamis (24/9/2020).

Kebijakan lain yang diharapkan oleh KPU, siapapun nanti, pemimpin terpilih bisa mengayomi semua lapisan masyarakat kota Solo. Dan tentu saja bisa menjamin pelayanan kesehatan agar masyarakat bisa mencari rejeki dengan baik dan lancar.

"Itulah mengapa kami menggunakan Padasan. Karena memang kami menginginkan pemimpin terpilih bisa mengayomi semua masyarakatnya," terangnya.

Sejarah Padasan

Diolah dari berbagai sumber, padasan yaitu tempayan dari bahan tanah liat yang berisi air di depan rumah. Biasanya padasan diletakkan di luar pagar sebelum masuk ke pekarangan rumah.

Keberadaannya menjadi bagian tidak terpisahkan bagi sejumlah rumah di kawasan Jawa. Sayangnya saat ini Padasan sudah tidak ada lagi di setiap rumah.

Kata orang kuno, padasan berarti gentong atau tempayan berisi air yang terbuat dari tanah liat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), padasan artinya tempayan yang diberi lubang pancuran untuk keluarnya air, biasanya juga digunakan untuk berwudhu.

Di masa lalu padasan difungsikan untuk membersihkan diri, seperti mencuci tangan, kaki, dan membasuh muka. Namun dimasa moderen ini keberadaan Padasan telah tergeserkan oleh Kran air.

Dahulu hampir semua masyarakat perdesaan terutama di Jawa, selalu menyediakan padasan di depan rumah. Selain gentong atau tempayan yang diberi lubang, terkadang ada padasan yang dilengkapi dengan gayung berbahan tempurung kelapa atau batok.

Gayung tadisional itu dalam bahasa Jawa biasa disebut siwur. Tak jarang padasan diletakkan di pinggir jalan, dengan maksud agar siapa pun yang membutuhkan air bisa mengambilnya sesuai keperluan. Seperti pejalan kaki dan orang-orang yang lewat bisa memanfaatkan air di dalam padasan itu.

Di saat musim hujan, air di dalam padasan bisa digunakan untuk mencuci bagian kaki yang terkena cipratan air kotor.

Alas kaki juga biasanya sekalian dicuci agar ketika masuk ke dalam rumah tidak membawa kotoran. Sementara pada musim kemarau, padasan biasanya digunakan untuk membasuh muka orang-orang yang lewat.

Setidaknya dapat memberi kesegaran saat cuaca panas. Apabila air isi padasan benar-benar bersih dan aman diminum, pengguna dengan cuma-cuma bisa langsung meminumnya sebagai pelepas dahaga.

Nilai luhur dari nenek moyang itulah yang saat ini mulai banyak dilupakan orang terutama di Jawa. Padasan kini kembali diusung oleh KPU Kota Solo.

Otoritas penyenggara pemilu itu berharap siapapun nanti yang terpilih memimpin Kota Solo bisa menjelma sebagai jembatan kehidupan sosial masyarakat Jawa, sekaligus menjadi katalisator komunikasi, budaya tegur sapa, serta konsep tolong-menolong tanpa membedakan agama maupun golongan.

Selain menjaga kebersihan tubuh, menjaga silaturahmi dalam konteks sosial-kutural adalah kunci hidup sehat, baik fisik maupun rohani. (Brm)

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories