Foto : dok. pemkot surakarta
TERASWISATA - Plengkung Kepatihan, menyimpan sejarah adanya Menyimpan kampung Kepatihan. Yang merupakan kawasan nDalem Kepatihan, rumah para patih di masa pemerintahan Kraton Solo.
Hingga sekarang kawasan tersebut masih ada, ditandai dengan sebuah regol atau gerbang plengkung seperti yang dimiliki Kampung Kepatihan.
Bila akan ke Kantor Kejaksaan Negeri Surakarta, keberadaan Plengkung Kepatihan akan mudah terlihat. Tidak hanya satu, namun bisa disaksikan, ada dua plengkung yang berdiri di tempat itu
Dikutip dari laman Surakarta.go.id, sebelum berada di Kampung Kepatihan seperti yang terlihat saat ini, lokasi Kepatihan Surakarta mengalami beberapa kali perpindahan. Kepindahan Kepatihan tersebut sesuai dengan kebijakan raja yang memerintah kala itu.
Awalnya, Kepatihan menggunakan nDalem Sindurejan yang berada di Puro Mangkunegaran. Lalu berpindah ke nDalem Jayanegaran saat Raden Adipati Jayanegara menjabat. nDalem Jayanegaran tak lagi digunakan sebagai Kepatihan, lantaran akan dijadikan pemandian raja oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII.
Baru kemudian di era Raden Adipati Sosrodiningrat IV (era PB IX dan PB X), Kepatihan berpindah di lokasi yang ada seperti saat ini.
Kepatihan pada masa Raden Adipati Sosrodiningrat IV dibangun sebagai kompleks perkantoran dan rumah patih. Karena menjadi bagian dari Keraton Kasunanan Surakarta, maka kala itu arsitekturnya juga mirip dengan keraton. Bisa disebut, bawah kompleks Kepatihan adalah miniaturnya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Ada alun-alun kecil dan masjid. Kini keberadaan masjidnya masih bisa ditemui yaitu Masjid Al Fatih, yang berada di sisi selatan Gedung Kejaksaan Negeri Surakarta. Masjid tersebut letaknya tak jauh dari Plengkung Kepatihan.
Alun-alun kecil yang ada di Kepatihan juga dilengkapi dengan dua buah lengkung atau plengkung, yang berfungsi sebagai gerbang penyambutan menuju gerbang utama. Plengkung yang ada di Kepatihan, mirip dengan Plengkung yang bisa ditemui di gerbang masuk Supit Urang.
Tak jauh dari Plengkung Kepatihan, dahulu terdapat garasi kereta dan kandang kuda. Alat transportasi tersebut memang menjadi andalan Patih untuk melakukan perjalanan ke berbagai daerah.
Sementara gerbang utama Kepatihan yang pernah dimiliki kompleks Kepatihan, merupakan gerbang dengan ukuran besar. Arsitekturnya dibuat mirip dengan pintu masuk samping Baluwarti di kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Seperti halnya tembok yang mengelilingi keraton, kawasan Kepatihan dahulu juga dikelilingi tembok yang tebal. Sisa tembok tersebut masih bisa dilihat di dalam kompleks Masjid Al Fatih Kepatihan.
Sebagai kompleks perkantoran di zaman era Patih, maka dahulu kompleks tersebut juga dibangun beberapa rumah atau hunian abdi dalem Kepatihan. Beberapa bangunan dengan tembok-tembok tebal juga masih bisa ditemui di sisi timur kompleks Kepatihan saat ini.
Sisa-sisa kemegahan kompleks Kepatihan memang masih bisa dilihat melalui beberapa situs yang ditinggalkan. Mengenai hancurnya nDalem Kepatihan sendiri dari berbagai literatur masih belum bisa dipastikan penyebabnya. Ada spekulasi karena peristiwa Gerakan Anti Swapraja (1945), ada pula yang menyebut hancur akibat Agresi Militer Belanda II (1948).