Situs Watu Kandang, Kumpulan Batu Misteri di Lereng Lawu

Selasa, 01 September 2020 : 09.47

0 komentar

Teraswisata - Gunung Lawu sejak jaman dulu di percaya sebagai sumber dari semua kebudayaan yang ada. Juga di yakini masyarakat Jawa sebagai sumber atau pusat kekuatan gaib yang melindungi atau memayungi peradapan manusia.

Terkait peradapan manusia di seputar Gunung Lawu, banyak ditemukan fosil ataupun peninggalan dari jaman purba. Baik itu fosil manusia purba, fosil binatang purba, bahkan tempat pemujaan jaman megalithikum atau jaman batu purba di Sangiran.

Dan kesemuanya berada di sekitar gunung Lawu. Baik itu lembah, lereng, maupun puncaknya. Salah satu diantaranya adalah adanya Situs Watu Kandang. Situs Watu Kandang Merupakan situs peninggalan pada jaman megalithikum.

Situs watu kandang terletak di sekitar areal persawahan, di desa Ngasinan, Karangbangun, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah.

Ada banyak bentuk batuan di lokasi tersebut. Berbentuk batu yang di susun berdiri membentuk lingkaran dan juga kotak yang mirip dengan kandang. Maka dari itu situs ini dinamakan Situs Watu Kandang.

Menurut catatan dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah yang ada di papan informasi yang dipasang di lokasi situs Watu Kandang, bahwa batu yang berada di lokasi tersebut berorentasi pada puncak bukit dan gunung yang berada di sebelah timur.

Yakni bukit Bangun, bukit Malang dan Gunung Lawu. Pada masa perundagian, terdapat kepercayaan bahwa di puncak gunung merupakan dunia arwah. Di Situs Watu kandang terdapat peninggalan purbakala antara lain Menhir (Tugu Batu) yang besar dan berdiri tegak seperti tugu.

Lokasi tersebut konon dulunya merupakan tempat suci, dan sebagai tempat pemujaan roh-roh nenek moyang. Kemudian Dolmen (Meja Batu), batu bentuknya seperti meja dan letaknya persis di tengah batu-batu yang di susun memutar.

Diperkirakan sebagai tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyangnya. Lumpang batu (Tempat Menumbuk Padi). Bentuknya besar dan melebar, di bagian tengahnya cekung dan dalam.

Mungkin dulu digunakan sebagai tempat menumbuk padi. Watu Dakon (Lambang Kesuburan), di tengahnya ada lubang seperti dakon (mainan anak-anak khas jawa). Bahkan ada cap kaki (tapak batu) yaitu Tapak Bima (werkudoro).

Punden Berundak dimana Batu Kadang ini berdiri condong sehingga seperti punden berundak yang biasanya disembah sebagai nenek moyang mereka.

Kepala Desa Karangbangun Sukarno menerangkan jika sebelum Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah mengadakan penelitian dan menyatakan tempat tersebut sebagai cagar budaya masyarakat sering mengambil batu di lokasi yang merupakan areal persawahan.

Mereka beranggapan itu adalah batu gunung biasa.

"Karena belum ada pemberitahuan dari pemerintah, warga banyak yang menggunakan batu di lokasi tersebut sebagai sebagai bahan bangunan rumah. Terlebih lagi batuan tersebut menyebar di area persawahan milik warga," jelasnya belum lama ini.

Namun menurut Sukarno setelah ada penjelasan dari pihak terkait, warga jadi tahu itu berupakan batu kuno. Mereka tidak berani lagi mengambil, atau memindahkannya meski batuan tersebut terletak di tanah pribadi milik warga.

"Biasanya pengunjung yang datang ke situs ini kebanyakan warga negara asing. Kalau orang lokal justru sedikit, terangnya. (hani)

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories