Bulan Suro Tombak Pusaka Kyai Abirawa di Jamas

Sabtu, 22 Agustus 2020 : 22.40

0 komentar

BATANG – Jamasan pusaka (mencuci) yang digelar selama bulan Suro sudah menjadi tradisi rutin masyarak Jawa khususnya.

Bahwa tradisi turun temurun jamasan keris di pada awal bulan suro (Muharam) dalam penanggalan bulan Jawa tersebut untuk menjaga kualitas pusaka yang sebagian besar sudah berusia puluhan tahun, serta sebagai wujud pelestarian budaya Jawa.

Tidak terkecuali Pemerintah Kabupaten Batang juga menggelar tradisi jamasan alias penyucian sejumlah pusaka milik Kabupaten Batang. Karena masih dalam pandemi Covid-19, maka prosesi jamasan digelar secara sederhana dengan menerapkan protokol kesehatan yang meliibatkan undangan terbatas.

Prosesi jamasan diawali dengan penyerahan Tombak Pusaka Kyai Abirawa dikirab mengelilingi halaman Kantor Bupati Batang. Beberapa pusaka lain juga ikut dikirab, antara lain Payung Sungsung Tunggul Naga, Keris Piyandel Adipati Pertama, dan tiga tombak pengiring.

“Penjamasan pusaka sudah menjadi tradisi yang biasanya mengundang masyarakat, namun karena masih adanya pandemi Covid-19, malam hari ini khusus internal terdiri dari sebagian Aparatur Sipil Negara, dan ahli waris,” kata Bupati Batang, Wihaji, di Pendopo Kabupaten Batang, belum lama ini.

Bupati menerangkan, kegiatan tersebut adalah bagian dari pelestarian budaya sekaligus refleksi 1 Muharam atau 1 Suro. Wihaji juga mendoakan agar pandemi Covid-19 segera berakhir dan Indonesia semakin maju.

“Kita pun ikut menyucikan diri barangkali ada kebatilan atau keburukan, direfleksi supaya semuanya lebih baik lagi di masa depan,” imbaunya. Sementara itu, juru rawat pusaka, Sriyatmo menuturkan, tidak ada perlakuan khusus atau perbedaan prosesi jamasan terhadap setiap jenis pusaka.

“Proses awalnya, pusaka direndam dulu dengan air kelapa, dijamas dengan memakai jeruk nipis, diolesi minyak melati, cendana, mawar dan kenanga yang dijadikan satu,” kata pria yang telah delapan tahun menjamas 48 buah pusaka yang disemayamkan di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batang.

Menurut Sriyatmo, penjamasan pusaka harus dilaksanakan setiap Malam 1 Suro sebagai wujud pelestarian adat dan tradisi. Dirinya berharap, anak-anak muda Batang mau mempelajari dan meneruskan prosesi tersebut agar tidak luntur ditelan zaman.

“Pelestarian tradisi ini harus terus dilakukan, bahkan sejak zaman nenek moyang supaya pusaka-pusaka milik leluhur tidak hilang begitu saja. Saya harap para pemuda ikut melanjutkan tradisi penjamasan pusaka, agar tetap lestari,” pintanya.

Ditambahkan, beberapa pusaka yang dirawat selama ini, antara lain Tombak Kyai Penatas, Kyai Jalubung, Kyai Baru Tropong, Kyai Sapit Abon, Biring Lanang, Biring Wedok, Pedang Kyai Sabet, Keris Kyai Sabuk Tampar, dan lainnya. (dia)

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories