Rahasia Perbedaan Perayaan 1 Suro Pura Mangkunegaran dan Kraton Solo
|
SOLO - Kirab perayaan pergantian tahun baru Islam atau biasa dikenal masyarakat Jawa 1 Suro dilakukan Pura Mangkunegaran sesuai dengan penanggalan Kalender Masehi.
Sehingga pelaksanaan kirab di Pura Mangkunegaran dilaksanakan hari Senin (10/9/2018). Sementara itu kirab Kirab 1 Suro, Kraton Kasunanan sendiri baru digelar besuk malam Selasa (11/9/2018).
Lantas apa yang menyebabkan perayaan pergantian tahun ini antara Kraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran mengalami perbedaan? Inilah alasanya yang telah dirangkum teraswisata dari berbagai sumber.
Di berbagai belahan dunia, terdapat banyak kalender yang dijadikan acuan dan penentuan waktu. Di antaranya kalender Masehi, Hijriah, Saka, Cina, hingga Kalender Jawa. Bahkan sistem kalender tersebut juga masih digunakan masyarakat sampai saat ini.
Misalkan kalender Saka, yang merupakan sistem penanggalan matahari berdasarkan pergerakan bumi mengelilingi matahari, telah digunakan masyarakat Hindu India sejak 78 M, masyarakat Hindu Jawa, dan masyarakat Hindu Bali hingga saat ini.
Sementara kalender Hijriah adalah kalender bulan, berdasarkan pergerakan bulan mengelilingi bumi, yang perhitungannya dimulai 622 M.
Sedangkan penanggalan Jawa dibuat merupakan penggabungan antara sistem penanggalan Islam dan penanggalan Saka (Hindu). Tahun baru Jawa diciptakan oleh Raja Mataram, Sultan Agung sekitar abad 16 M. Perhitungan kalender Jawa dimulai pada tahun 1555 Suro Alip oleh Sultan Agung.
Untuk nama bulan dan jumlah hari dalam setahun diambil dari kalender Hijriah. Namun, angka tahun Saka dipertahankan. Alhasil, tahun pertama kalender Jawa adalah 1 Sura 1555 Jawa. Sistem penanggalan Jawa merupakan penggabungan antara sistem penanggalan Islam dan penanggalan Saka (Hindu).
Perhitungan kalender Jawa dimulai pada tahun 1555 Suro Alip oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Dimana tahun Hijriah dan tahun Jawa berpatokan pada perhitungan bulan, namun metode penghitungannya yang berbeda.
Perbedaan tersebut terletak pada letak tahun kabisat. Namun jika dikupas lebih jauh ternyata ada beberapa kesamaan antara penanggalan Hijriah dengan Jawa.
Yang paling terlihat adalah awal kalender Hijriah yaitu 1 Muharram yang berbarengan dengan 1 Sura (Suro) dalam penanggalan Jawa. Oleh Sultan Agung mengubah sistem kalender Saka di kalangan masyarakat Jawa menjadi kalender Hijriah.
Maka perpaduan tersebut saat ini nama bulan kalender Saka menjadi Suro, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah, Besar.
Nama bulan itu mirip dengan urutan kalender Hijriyah yakni Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syaban, Ramadan, Syawal, Dzulkaidah, Dzulhijjah.
Selain itu, dalam kalender Jawa juga menganut sistem pancawara (lima hari) yang dikenal dengan hari pasaran Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Konsep pancawara khas Jawa tidak ada baik dalam kalender Hijriah, Saka, maupun Masehi.
Perubahan yang dilakukan Sultan Agung itu hanya pada awal tahun dan nama bulan. Untuk tahun Sultan Agung memilih meneruskan tahun Saka yang sebelumnya digunakan.
Sistem kalender yang dibuat Sultan Agung itu pun masih digunakan hingga saat ini. Berbagai tradisi Jawa hingga saat ini masih mengacu pada kalender ciptaanya.
"Dengan perhitungan tersebut kadang bisa bareng dengan Masehi namun bisa juga selisih sehari, dan untuk kali ini Kirab 1 Suranya Selasa malam," jelas Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KGPH Dipokusumo, Senin (10/9/2018).
Sementara itu adanya perbedaan waktu pelaksanaan kirab Malam Satu Suro dengan Kraton Solo karena Pura Mangkunegaran mengikuti kalender dari pemerintah.
Alasannya adalah Mangkunegaran merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga memilih menggunakan penanggalan resmi dari pemerintah. Dan sebagai trah dari Mataram, Mangkunegaran juga memiliki penanggalan sendiri yang mengacu pada penanggalan Sultan Agung.
Bahwa dalam penanggalan itu, Malam Satu Suro memang selisih satu hari dengan Tahun Baru Muharram sesuai penanggalan pemerintah. "Kita ikuti sesuai kalender resmi pemerintah," ucap panitia Kirab Malam Sura Mangkunegaran, Joko Pramudyo.
Selain itu juga ada alasan lainnya agar masyarakat tidak 'kecele' (kecewa) karena mereka tahu bahwa sesuai kalender pemerintah malam 1 Suro jatuh hari ini (Senin malam). Sehingga pihak Mangkunegaran putuskan kirab sesuai kalender nasional.
"Khawatirnya masyarakat yang kecele, sudah datang jauh-jauh, sebab itulah kita tetap menggelar kirab sesuai kalender Sultan Agung. Masyarakat tahunya malam tahun baru jatuh pada Senin malam," katanya.
Sementara Keraton Kasunanan Surakarta tetap memilih melaksanakan acara itu sesuai kalender Sultan Agung.yang biasanya hanya selisih sehari.
"Karena memang ada perbedaan sehari dangan penanggalan Sultan Agung, karena penanggalanbya menggabungkan penanggalan Saka dengan Hijriyah. Dan Kraton Solo tetap mempertahankan penggunaan kalender Sultan Agungl sebagai bentuk pelestarian budaya. (Dian)