Tugu Joko Songo, Kenang Pertempuran Tentara Pelajar Lawan Belanda

Senin, 02 Juli 2018 : 19.42

0 komentar

KARANGANYAR - Sebuah monumen untuk mengenang perjuangan tentara pelajar (TP) di di lereng gunung Lawu tepatnya di kawasan Matesih, Karangpandan, saat melawan tentara Belanda.

Monumen tersebut bernama Joko Songo, untuk mengenang perjuangan sembilan (9) tentara pelajar yang meninggal di usia muda dan belum menikah.

Monumen yang terletak di ruas jalan Matesih-Karangpandan berdiri di samping pasar Matesih dulunya merupakan taman makam pahlawan Matesih yang berisi 14 makam pejuang kemerdekaan.

Namun saat ini makam tersebut sudah kosong karena jasadnya sudah dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan di Karanganyar.

Kisah panjang perjuangan tentara pelajar, di tahun 1949, diabadikan dalam bentuk sebuah tugu yang didalamnya ada kalimat pengingat yang sangat menyentuh kalbu yang intinya berisi semangat untuk berjuang demi anak cucu bangsa.

Semangat perjuangan tertulis dan dijadikan nama untuk pasukan tentara pelajar (TP) yang lebih dikenal dengan pasukan ALAP-ALAP (Angudi Leburing Angkoro Penjajah, Amrih Luhuring Anak Putu).

Keterangan dari Wardoyo (68) warga Matesih, tugu tersebut dibangun untuk mengingat kisah heroik sembilan pemuda tentara pelajar (TP) yaitu Laktoto, Soenarto, Moerjoto, Soenarto, Slameto, Roesman, Soekotjo, Soeprijadi, Salam Hasyim, Waluyo.

Mereka akhirnya dikenal sebagai Joko Songo yakni sembilan perjaka tentara pelajar yang gugur dalam membela tanah air pasca kemerdekaan. Mereka tergabung dalam pasukan ALAP-ALAP dan melakukan perlawanan hingga ke sini (Matesih dan Karangpandan).

Mereka dengan gagah berani tanpa persenjataan lengkap rela menghadang tentara Belanda yang sedang berpatroli hingga ke Tawangmangu.

Kisah yang diperoleh dari sesepuh Wardoyo ini terjadi pada sore hari usai Ashar tepatnya pada awal Januari 1949, di wilayah Doplang dan Pablengan terjadi pertempuran yang tidak seimbang antara pasukan Belanda melawan Tentara Pelajar yang tergabung dalam pasukan Alap-Alap.

Tidak seimbangnya pertempuran tidak hanya dari jumlah pasukan namun di sisi persenjataan juga. Rombongan tentara Belanda juga terlihat menggunakan panser.

Kala itu kawasan tersebut masih berupa hutan belantara, namun dengan tekat baja, pasukan tentara pelajar dengan modal keberanian hidup ataupun mati nekat menghadang dan menyerang pasukan Belanda yang sedang berpatroli dengan menggunakan bom tarik.

Mendapat serangan mendadak dan tidak terduga, membuat pasukan Belanda kalang kabut hingga akhirnya sang komandan Belanda meminta bantuan pasukan dari markas di kawasan Solo yang datang dengan senjata lebih lengkap lagi.

Belanda langsung melakukan pembalasan dan menyisir keberadaan tentara pelajar yang tadi menyerang pasukannya. Pasukan tentara pelajar yang tidak memiliki persenjataan lengkap hanya pasrah diterjang peluru pasukan Belanda.

Pertempuran yang tidak seimbang, membuat pasukan dari tentara pelajar jatuh berguguran akibat timah panas pasukan Belanda. Hanya beberapa saja yang bisa meloloskan diri dari sergapan tentara Belanda yang mengamuk.

Usai pertempuran dan kondisi dirasa aman jasad sembilan pemuda anggota tentara pelajar di bawa ke balai pengobatan yang sekarang bernama Puskemas Matesih.

Konon jasad mereka berhasil dievakuasi dan diusung dengan bambu yang beralas tikar, hingga akhirnya di makamkan di dekat Pasar Matesih sebelum akhirnya dipindahkan ke taman makam pahlawan.

Untuk mengenang perjuangan dan pengorbanannya (sembilan TP) di bekas makam tersebut kini didirikan tugu Joko Songo. Sayang monumen setinggi 2,5 meter ini kondisinya tidak terpelihara dengan baik. (Dian)

Share this Article

TeraswisataTV

More Stories